Sejarah dan Organisasi Agama Konghucu di Indonesia

Sejarah Agama Konghucu di Indonesia
  • 1883 – Boen Tjhiang Soe (Wen Chang Shi), setelah dibangun kembali pada tahun 1906 yang kemudian menjadi Boen Bio (Wen Miao) Jl.Kapasan No. 131 Surabaya. Oleh pihak Belanda disebut “Gredja Boen Bio atau Geredja Khonghoetjoe (de kerk van Confucius). Dewasa ini sebagai tempat ibadah umat Agama Khonghucu Indonesia. Dibina oleh MAKIN – Majelis Agama Khonghucu Indonesia Surabaya.
  • 1886 – diterbitkan kitab Hikayat Khonghucu, disusun oleh Lie Kim Hok.
  • 1900 – terjemahan Kitab Thay Hak (Da Xue, Ajaran Besar) dan Tiong Yong (Zhong Yong, Tengah Sempurna) disusun oleh Tan Ging Tiong.
  • 1897 – SoeSie (Si Shu, Empat Kitab) terjemahan Toean Njio Tjoen Ean dicetak di Ambon.
  • 17 Maret 1900 – 20 pemimpin Tionghoa mendirikan lembaga sosial kemasyarakatan Khonghucu yang disebut Tiong Hoa Hwee Kwan (Zhong Hua Hui Guan) yang bermaksud memurnikan Agama dan menghapuskan sinkretisme.

Berdirinya lembaga-lembaga agama Konghucu di Indonesia
  • 1918 diresmikan Khong Kauw Hwee (Kong Jiao Hui) di kota Surakarta, menyusul pula kota-kota lainnya.
  • Tahun 1920an Kong Jiao Hui Surabaya menerbitkan majalah Djiep Tek Tjie Boen (Ru De Zhi Men).
  • 1923 mulai dilakukan musyawarah untuk membentuk badan pusat yang dinamakan Khong Kauw Tjong Hwee (Kong Jiao Zong Hui) di Jogjakarta. Bandung dipilih sebagai kedudukan pusat organisasi dan Poei Kok Gwan terpilih sebagai ketua umum. Keputusan ini didukung oleh Khong Kauw Hwee dari kota Surabaya, Sumenep, Kediri, Surakarta, Semarang, Blora, Purbolinggo, Cicalengka, Wonogiri, Jogjakarta, Kartasura, Pekalongan. Pada tahun itu pula, diterbitkan majalah Khong Kauw Gwat Poo atau Kong Jiao Yue Bao.
  • 25 September 1924 diadakan Konggres di Bandung yang tujuan utamanya membahas lebih lanjut penyeragaman tata ibadah di seluruh tanah air.
  • 25 Desember 1938 diadakan konferensi di Surakarta dan kedudukan pusat dialihkan ke kota Surakarta, dengan ketua umum Tio Tjien Ik, sekretaris Auw Ing Kiong dan diterbitkan majalah bulanan Bok Tok Gwat Po (Mu Duo Yue Bao).
  • 20 Februari 1939 diadakan perayaan Tahun Baru Imlek bersama di Surakarta.
  • 24 April 1940 diadakan konferensi Kong Jiao Zong Hui di Surabaya yang hasil antara lain :
  • Konferensi tahun 1941 akan diselenggarakan di Cirebon Semua sekolah Khong Kauw Hwee diberi pelajaran agama Khonghucu. Upacara pernikahan dan kematian supaya diselidiki dan disesuaikan dengan keadaan jaman tapi tetap berpatokan pada nilai-nilai Ru Jiao.
  • Pada tahun 1942, karena imbas perang dunia ke II dan masuknya bala tentara Jepang ke Indonesia, Khong Kauw Tjong Hwee yang dianggap anti-Jepang dibekukan.
  • Masa Penjajahan Jepang (1942-1945) Pada masa itu, Litang (tempat ibadah umat Khonghucu) banyak menampung pengungsi tanpa memandang Ras. Hal ini sesuai dengan prinsip “Di Empat Penjuru Samudera Semua Umat Bersaudara” (????????? Si Hai Zhi Nei, Jie Xiong Di Ye). Lun Yu 12:5.
  • Masa Kemerdekaan - Pada awal-awal kemerdekaan NKRI, kegiatan Khong Kauw Hwee lebih banyak bersifat lokal. Pada bulan Desember 1954 di Solo diselenggarakan konferensi tokoh-tokoh agama Khonghucu untuk persiapan membangun kembali Khong Kauw Tjong Hwee,
  • Pada tgl 16 April 1955 dibentuk PKCHI (Perserikatan Khong Chiao Hwee Indonesia / Perserikatan Kong Jiao Hui Indonesia) sebagai penjelmaan kembali Khong Kauw Tjong Hwee dengan kedudukan pusat di Solo dengan Ketua umum: Dr. Kwik Tjie Tiok. Sekretaris: Oei Kok Dhan.

Konggres agama Konghucu
Konggres pertama diselenggarakan 6-7 Juli 1956 di Solo. Dalam Konggres ini disempurnakan AD dan ART PKCHI. Kedudukan pusat tetap di Solo dengan ketua Dr. Kwik Tjie Tiok dan Sekretaris Tjan Bian Lie.
Konggres kedua diselenggarakan di Bandung, tgl 6-9 Juli 1957. Kedudukan pusat tetap dipilih kota Solo dengan ketua Dr. Kwik Tjie Tiok dan Tjan Bian Lie sebagai sekretaris.
Konggres ketiga diselenggarakan di Boen Bio Surabaya tgl 5-7 Juli 1959 dengan ketua umum Tan Hok Liang dan sekretaris Tan Liong Kie untuk periode 1959-1961 dengan kedudukan pusat di Bogor Di dalam konggres ke empat di Solo 14-16 Juli 1961 diputuskan :
  • Mengintensifkan penyeragaman tata ibadah.
  • Mengubah nama PKCHI menjadi LASKI (Lembaga Agama Sang Khongcu Indonesia)
  • Mengutus Thio Tjoan Tek, salah seorang ketua LASKI, bersama dengan Prof. Dr. Mustopo dari Bandung, memohon agar agama Khonghucu dikukuhkan dalam bimbingan kehidupan masyarakatnya oleh Kementerian Agama RI.
  • Solo kembali dipilih sebagai pusat organisasi, Tjan Bian Lie sebagai ketua umum dan The Ping Hap sebagai sekretaris..
Pada konferensi 22-23 Desember 1963 di Solo nama LASKI diubah menjadi GAPAKSI (Gabungan Perkumpulan Agama Khonghucu Se Indonesia).
Pada Konggres ke V di Tasikmalaya 5-6 Desember 1964, singkatan GAPAKSI diubah menjadi Gabungan Perhimpunan Agama Khonghucu Se Indonesia.
Pada Konggres ke VI GAPAKSI di Solo 23-27 Agustus 1967, nama GAPAKSI diubah menjadi MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia). Terpilih sebagai pengurus: Ketua Umum: Tan Sing Hoo.
Wakil Ketua Umum: Suryo Hutomo. Sekretaris: Ws. Oei Tjien San. Di dalam konggres ini Pejabat Presiden RI Soeharto dan Ketua MPRS A.H. Nasution, memberikan sambutan tertulis. Dirjen Bimasa agama Hindu dan Buddha Departemen Agama RI, I.B.P. Mastra yang saat itu sudah memberi tempat bagi umat agama Khonghucu di Departemennya, ikut memberikan sambutan atas nama Menteri Agama.
Konggres ke VII diselenggarakan di Pekalongan tgl 24-28 Desember 1969. Kedudukan pusat tetap di Solo. Kepengurusan periode 1969-1971 adalah; Ketua Umum: - Suryo Hutomo. Sekretaris: Tjiong Giok Hwa. Pada Konggres ini IBP Mastra, Dirjen Bimasa Agama Hindu dan Buddha, memberi sambutan mewakili Menteri Agama KH. Mochammad Dahlan. Juga ikut memberikan sambutan tertulis Ketua MPRS A.H. Nasution.
Tanggal 25-27 Desember 1970 diadakan Musyawarah Kerja (Muker) Makin-Makin se Jawa Barat dan DKI Jaya untuk meningkatkan perkembangan Agama Khonghucu.
Tanggal 3 Juli 1971 diadakan Musyawarah Kerja Seluruh Indonesia (MUKERSIN I), yang dihadiri utusan-utusan dari 41 daerah dengan tujuan mensukseskan Pelita dan Pemilihan Umum.
Tanggal 23-27 Desember 1971 diselenggarakan Konggres ke VIII Matakin di Semarang. Hasilnya kedudukan pusat tetap di Solo dan terpilih: Ketua umum: Suryo Hutomo dan Sekretaris: Ibu Tjiong Giok Hwa.
Tanggal 19-22 Desember 1975 di Tangerang diselenggarakan MUNAS III Dewan Rokhaniwan Agama Khonghucu Indonesia yang dihadiri oleh Rokhaniwan dari 25 daerah. Keputusan-keputusan penting di dalam munas ini: Disahkan penyempurnaan hukum perkawinan dan pelaksanaan upacara.

Penyempurnaan dan penyeragaman Tata Agama Khonghucu.
Tanggal 20-23 Desember 1976 diselenggarakan MUKERSIN II di Jakarta yang dihadiri utusan-utusan dari 35 daerah untuk konsolidasi umat Khonghucu demi mensukseskan Pembangunan Nasional.
Pada tanggal 28 s/d 9 September 1979 MATAKIN mengirim utusan mengikuti World Conference on Religion for Peace ke III di New Yersey, Amerika Serikat.
Tanggal 23-31 Agustus 1984 MATAKIN mengirim utusan menghadiri World Conference on Religion for Peace di Nairobi Kenya (Afrika).
Tanggal 15 Januari 1987 di Solo diselenggarakan konferensi MATAKIN secara interen dan hasilnya telah terpilih Ketua Umum MATAKIN periode 1987-1991 yaitu Ws. Leo Kuswanto.
Pada tanggal 14 Maret 1987 diadakan pertemuan MATAKIN dan disepakati untuk mengadakan revisi dan penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dalam rangka menyesuaikan diri dengan Undang-undang No.8/ 1985.
Tahun 1993 diadakan Munas (Konggres) MATAKIN XII di Jakarta dan terpilih sebagai Koordinator Presidium Hengky Wijaya dengan Ketua Majelis Pimpinan Pusat Harian Js. Chandra Setiawan dan Sekretaris Irwanto. Kedudukan pusat MATAKIN di Jakarta.
Tanggal 22-23 Agustus 1998 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta diselenggarakan Munas (Konggres) MATAKIN XIII yang dibuka oleh H. Amidhan mewakili Menteri Agama Malik Fadjar. Terpilih sebagai Ketua Umum Js. Chandra Setiawan dan Sekretaris Umum Budi S. Tanuwibowo.
Tanggal 13-15 September 2002 diselenggarakan Musyawarah Nasional ke XIV MATAKIN di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta yang dibuka oleh Ketua MPR RI, Amien Rais. Ikut memberikan pengarahan Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Agama, Menteri Pendidikan Nasional Malik Fadjar, Menteri PPN/Kepala BAPPENAS Kwik Kian Gie, mantan Presiden RI KH. Abdurrahman Wahid, Sekjen MUI Din Syamsudin, Ketua MUI Sulastomo. Pada Munas ini ditetapkan Ketua Umum untuk periode 2002-2006 Js. Budi S. Tanuwibowo dan Sekretaris Umum Dede Hasan Senjaya.

Berdirinya Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN)
Pada tanggal 11-12 Desember 1954 di Sala diadakan konferensi antar tokoh-tokoh Agama Khonghucu untuk membahas kemungkinan ditegakkan kembali Lembaga Agama Khonghucu secara Nasional setelah tidak ada kegiatan semenjak pecahnya perang dunia II dan masuknya Jepang ke Indonesia. Akhirnya pada konferensi yang diselenggarakan di Sala pada tanggal 16 April 1955 disepakati dibentuk kembali Lembaga Tertinggi Agama Khonghucu Indonesia dengan memakai nama Perserikatan K’ung Chiao Hui Indonesia yang diketuai Dr. Sardjono. Tanggal 16 April 1955 disepakati sebagai hari jadi Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia, disingkat MATAKIN.
Sejak berdirinya secara periodik diadakan Kongres/MUNAS. Pada awal pemerintahan Orde Baru, tepatnya tanggal 23-27 Agustus 1967 telah diadakan Kongres ke-VI di mana Soeharto yang pada waktu itu sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia berkenan memberikan sambutan tertulis yang antara lain mengatakan bahwa, "Agama Konghutju mendapat tempat yang layak dalam negara kita jang berlandaskan Pantjasila ini”.
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 477/74054/ BA.01.2/ 4683/95 tanggal 18 November 1978 antara lain menyatakan bahwa agama yang diakui oleh pemerintah yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha mulailah keberadaan umat Khonghucu dipinggirkan. Keputusan politik ini yang sesungguhnya batal demi hukum, karena sangat bertentangan dengan Hak Asasi Manusia, disamping itu bertentangan dengan UUD pasal 29 ayat 2 yang memberikan kebebasan beragama dan beribadat, justru dijadikan pegangan oleh aparat pemerintah sampai sekarang ini kendatipun telah dicabut per tanggal 31 Maret 2000. Surat edaran ini juga mengingkari realita bahwa warga negara Indonesia yang memeluk Agama Khonghucu ada di Indonesia. Karena berdasarkan sensus penduduk yang diadakan lembaga resmi pemerintah yaitu Biro Pusat Statistik Indonesia pada tahun 1976 penduduk Indonesia yang beragama Khonghucu mencapai 0,7% yang berarti lebih dari 1 juta jiwa.
Riwayat Singkat MATAKIN.
Sejarah dan posisi hukum keberadaan Konfusianisme di Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan

Perkembangan Lembaga dan Agama Khonghucu pada era Reformasi
Patut disyukuri pengakuan hak asasi manusia pada era reformasi mulai membaik, terbukti Menteri Agama Republik Indonesia pada Kabinet Reformasi memberikan kesempatan kepada Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) mengadakan Musyawarah Nasional XIII di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta pada tanggal 22 – 23 Agustus 1998 yang dihadiri perwakilan Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN), Kebaktian Agama Khonghucu Indonesia (KAKIN) dan wadah umat Agama Khonghucu lainnya dari berbagai penjuruh tanah air Indonesia.
Harus diakui karena selama tidak kurang dari 20 tahun umat Khonghucu di Indonesia hidup dalam tekanan dan pengekangan sebagai akibat tindakan represif dan diskriminatif terhadap umat Khonghucu mempunyai dampak negatif bagi perkembangan kelembagaan umat Khonghucu. Walaupun umat Khonghucu ada di setiap provinsi di Indonesia, belum semua propinsi ada lembaga agama Khonghucu yang terorganisasi dan dibawah pembinaan langsung MATAKIN.

Asas MATAKIN
Sesuai yang tertera dalam BAB II, pasal 4 Anggaran Dasar, MATAKIN berasaskan Pancasila.

Hubungan dengan organisasi lain
Di dalam Anggaran Dasar MATAKIN Bab XIII pasal 21.2 dengan tegas disebutkan bahwa,” MATAKIN bersifat independen, dan tidak berafiliasi dengan/ atau kepada organisasi sosial-politik manapun, baik di dalam dan di luar negeri”.